Wednesday, January 23, 2019

air mata ibu bukan untukku, anakmu

Aku berasal dari keluarga yang sederhana, ayahku bekerja di salah satu perusahaan swasta milik negara, ibuku hanya ibu rumah tangga. aku anak ke 3 dari 3 saudara, kakak pertama laki-laki biasa dipanggil aa, dan kakak ke 2 biasa dipanggil teteh, karena kita sekeluarga asli Bandung.

Tahun ini umurku akan menginjak ke 19 tahun, selama 19 tahun ini aku bakal cerita tentang kehidupan di ruang lingkup keluargaku... Waktu kecil, yang aku ingat di umur 6 tahun, ibu selalu saja membeli baju sexy untukku, katanya 'lucu kalo pake baju ini, apalagi kamu selalu berkeringat, tidak akan gerah..'  aku pun suka. Yang lebih aku suka adalah ketika ibu selesai shalat maghrib dan berdoa, ibu langsung membimbing dan mengajari yang aku belum mengerti disekolah, meskipun aku sangat susah untuk memahami pelajarannya, tapi ibu kadang peduli, kadang engga..  jarang sekali bertanya keadaanku, kesulitan yang aku alami
Tapi ketimbang ibu, ayah lebih perhatian, cara aku berpakaian, keadaanku, semua tentang aku, ayah selalu tau dan memberi nasihat jika ada yang salah.. aku selalu berbagi cerita dengannya, begitupun beliau

Waktu telah berlalu, selama 6 Tahun bersekolah dasar, rasanya 2-3 x ibu menjadi perwakilan pengambilan rapot disekolah, itu pun terpaksa, aku gak tau alesan ibu kenapa enggan sekali. sisanya ayah yang mewakili, Graduation SD pun berlangsung, semua perwakilan orang tua hadir, hanya saja ibu tidak mau hadir, aku pun tidak mau datang karena malu. kalau saja ayah ada libur kerja, aku minta antar saja. 
Selama 6 tahun bukan perihal sekolah saja, ibuku kadang tidak mau ajak main keluar membeli barang2 mewah, inginnya bareng teteh terus, awalnya aku menangis, aku cemburu! tapi lama-kelamaan aku sudah biasa, beri aku uang Rp. 5000 tidak apa kalian pergi, aku main saja deh bareng teman-teman rumah. 
Ayah selalu mengobati rasa sakitku dengan dia mengajak aku pergi keluar rumah untuk berkeliling Bandung, pastinya kita bercerita dijalanan, "yah, kenapa sih baju / sepatu aku cuma 1-2 aja tapi teteh banyak koleksinya", "udah gapapa mending uangnya tabungin aja lagian kan sepatu / baju kamu masih bagus-bagus' . selalu saja ayah bisa buat hatiku tenang.. 

Tidak terasa pengumuman hasil nem pun muncul, kecewa hasil nem tidak sesuai yang aku harapkan, padahal aku sudah mengikuti les dengan jumlah siswa yang tidak banyak agar aku bisa lebih fokus, ditambah aku belajar tiap malam untuk memahami pelajaran. aku pun tidak berkecil hati berlarut-larut, karena nem yang aku dapatkan masih bisa daftar masuk sekolah menengah pertama negeri, meskipun tidak favorit di kota Bandung. Yang terjadi hanya omelan bukan motivasi yang ibu keluarkan 'kamu sih bego, makannya belajar' bukan untuk pertama kalinya aku di omeli seperti itu, sejak kecil ibu sering banget marahin dan bentak 'belegug(bodo)' didepan banyak orang pun tidak segan untuk ibu. yang aku lakukan, menangis, pergi kerumah nenek untuk menenangkan diri. nenekku tau banget sikap ibu gimana, kadang nenek selalu kesal setiap kali nanya aku sudah makan apa belum, jika sudah aku jawab, 'udah sama telor', kalo belum ya pasti nenek masak sesuatu untukku.. sambil ngomel, ' telor lagi telor lagi makan teh dari dulu, kalo ga telor gamakan, emang ibumu tidak masak apa?' 
ibu jarang sekali masak, masak pun jika ada ayah dirumah.. aku gaberani laporan ke ayah jika ibu jarang masak, padahal ayah selalu kasih uang untuknya. aku terlalu takut karena sering dibentak ibu, dan gada yang belain aku selain ayah dan nenek (mamah dari ayah)

Sejujurnya aku kangen banget sama alm. eyang (mamah dari ibu). eyang juga selalu ngomel yang sama dengan nenek.. tapi yang aku rasakan eyang lebih sayang dengan cucu lainnya dibanding aku, tak apa.. eyang tidak jahat, lebih sayang dengan yang lain itu hal wajar, mungkin karena faktor kedekatan aku dengan eyang tidak sedekat cucu yang lain. eyang beda banget dengan ibu, 99% beda, sifat eyang dan ayah sama baiknya tidak bisa tertandingi. aku pun tidak mengerti, ibu mengapa seperti ini. yang aku simpulkan mungkin ibu tidak dekat juga dengan eyang, ibu lebih dekat dengan alm. bapaknya, makannya jadi seperti ini, dan karena kasih sayang alm. eyang tidak ibu rasakan 

Beranjak 12 tahun umurku, hilang rasanya apa itu 'bekal makanan' dari ibu, terasa kasih sayang ibu makin pudar, tidak seperti sodaraku, tiap pagi selalu saja sarapan disiapkan oleh ibunya. ah aku cemburu lagi ya Tuhan.. aku bisa lebih mandiri, aku buat bekal makanan sendiri. tidak ada sun pipi kirikanan dari ibu, hanya bersalaman biasa, padahal aku mengharapkan itu. 
di umur 12 tahunku ada yang berbeda dari ibu, aku tidak mengerti, ibu selalu tidak tidur malam (Insomnia), bertelfonan tengah malam.. sampai akhirmya aku mengetahui apa yang terjadi, aku cerita ke teteh, dia juga merasakan hal yang sama. sakit hatiku, tidak tega jika ayah mengetahuinya. 

1 tahun kemudian kabar gembira aku masuk 3 besar di kelas, ayah senang, ibu pun senang. tapi tidak ada perayaan untuk ini, melihat keduanya tersenyum sudah terobati. 
aku semakin semangat sekolah, dengan lingkungan sekolah yang teman-temannya memberi efek positif.. aku ikut 3organisasi, osis, pramuka dan english club. aku tidak mengenal lelah, berorganisasi itu sangat meng-asik-kan. 
tapi di umur 13 tahun ini kabar buruk juga menimpaku, orang tuaku cerai, kaget sepulang aku sekolah ibu dan barang-barangnya tidak ada. menangis...... aku lebih ikut ayah, karena alasan yang sudah aku jelaskan sebelumnya, kadang aku merasa kangen akan adanya ibu.. 
Kabar ibu selama itu mungkin tidak baik-baik saja, ibu tinggal di rumah adiknya, semua pihak dari ibu menyalahkanku karena aku memilih untuk tidak tinggal dengannya, tapi mereka tidak mengerti apa yang aku rasa selama ini, ibu terluka, tapi aku lebih terluka, mereka berpihak karena tidak tau cerita yang sebenernya
Aku tidak tau perasaan ibu, karena ibu tidak pernah berbagi cerita. bagaimana bisa aku merangkul dan mengerti keadaan padahal ibu tidak pernah melakukan hal tersebut kepadaku. jujur, sebagai anak aku merasa bersalah seperti itu, meskipun ibu jahat.
Tidak diambil pusing, jika libur sekolah aku mengunjungi ibu.. canggung rasanya, masih saja ibu menyalahkan keadaan padaku, dan membanding-bandingkan aku dengan keponakanku. tidak bisa lagi berkomentar, hanya sakit didada yang aku rasakan. 
Kehidupanku selama 3-4tahun setelah perceraian, tidak membuat semangatku patah, teman-teman disekolahku selalu menyemangati, bagaimana bisa tidak semangat? kalau setiap hari aku selalu dikasih bekal makanan sama temen sebangku-ku, keren tidak mamahnya punya rumah makan?! hahaha beruntung sekali aku ini.. 

Tidak kusangka, tepat umur 17 tahun ibu dan ayah rujuk kembali, hadiah yang terindah selama aku hidup.. memang karena sebelumnya 1bulan lebih ibukku dirawat dirumah sakit karena mengidap sakit jantung, selama itu ayah yang selalu menemani dan merawatnya. jadi.. mengapa tidak rujuk saja jika keadaanya sudah mengukung? akhirnya..
Keadaan dirumah membaik, tidak seperti dulu.. ibu perhatian meskipun masih belum memberi bekal makanan kesekolah, setidaknya aku disuapi ketika makan malam.. 
Tidak jauh dari rujuknya ayah dan ibu, masalah timbul lagi, karena ibu tidak setuju dengan calon yang teteh pilih, padahal selama ini calonnya sangat baik, yang aku kenal pun tidak pernah macem-macem.. teteh gak nerima, dan dia memilih tinggal dirumah nenek. Mau tidak mau pernikahan berlangsung, selama ini teteh dan calonnya menyiapkan segalanya, masa iya harus dibatalkan juga? 
ibu menghadiri pernikahan teteh sedikit berlapang dada, yang ibu mau teteh dengan pilihan ibu. toh sampai saat ini teteh bahagia dan baik-baik saja dengan suaminya, tidak serba kekurangan, aku ikut senang. 

Graduation SMA pun berlangsung, tidak ada ibu, lagi dan lagi, 3x berturut-turut dihari yang seharusnya dibanggakan ibu tidak ada, padahal hasil nilai akhirku cukup membanggakan, tapi tidak membuat aku lulus test masuk perguruan tinggi, aku lagi yang ibu salahkan, 'dasar da belegug, belajar makannnya jangan main aja' padahal selama di SMA, kelas 2&3 aku ikut les, tidak cukupkkah aku untuk belajar, plus belajar tiap malem dan janji dengan teman untuk menyelesaikan soal. memang ibu tidak pernah memperhatikan&berubah sifatnya untuk tidak menyakiti hati. perkataan ibu tidak pernah bisa dijaga

Sambil nunggu hasil test, aku bekerja di salah satu store yang menyediakan alat-alat untuk mendaki, life stlye, dan riding. aku mendapat gaji pertama, tentunya untuk membeli makanan orang-orang dirumah, bisa ditebak jika ibu tidak suka dengan makanan yang aku bawa, tidak menghargai sekali. bukan kejadian yang pertama kali, sering ibu menolak makanan yang dia tidak suka, padahal aku sudah membelinya, memang harganya tidak semahal yang biasa ibu beli, hanya beda rasa karena yang membuatnya beda orang. tetap saja, ibu selalu tidak menghargai kebaikan kecil yang aku lakukan untuknya..
Sampai pada suatu hari, aku bekumpul dengan keluarga besar dari pihak ibu, aku membantu untuk menyiapkan makanan dengannya bersama saudara lainnya, berbincanglah kita mengenai nasib-nasib sodara, bahas giliranku, ibu bilang 'si vira kerja di eiger, tapi pas gajihan gabeliin apa-apa buat orang dirumah, kayak lupa aja gitu', astagfirullah......... sesak, sakit mendengar ibu sendiri bilang gitu didepan keluarga besarnya, ingin marah, membentak, meluruskan apa yang sebenernya terjadi, gabisa. dilanjut dengan perkataan tante,'oh gaboleh gitu, harus inget sama orangtua kalo punya rezeki', 'gatau tuh sivira mah diabisin sendiri uang teh'. yaAllah.............. bukan untuk disombongkan, aku punya rezeki ketemen aja inget, apalagi ke orang deket yang satu rumah?

Aku bersyukur dengan adik Ibu (bibi) yang selalu perhatian ke anak-anaknya, begitupun aku keponakannya. kalau aku nginep dirumah bibi, pas jaman sekolah selalu dibekali makanan, dan uang, kecupan pipi yang hangat membuat aku semangat bersekolah. kadang aku iri kalau bibi merayakan hal-hal kecil di hari spesial salah satu anggota keluarganya, mereka terlihat senang, hangat, kasih sayangnya pun terlihat.. aku juga ingin seperti itu bu! tidak mengerti, mengapa sifat ibu sangat berbeda dengan adiknya, aku lebih betah dirumah bibi, tapi malu jika berlama-lama disana

3bulan berlalu, aku memutuskan untuk daftar perguruan tinggi swasta di Bandung, tidak terlalu terkenal karena berdiri pada tahun 2002, banyak pertimbangan berkuliah disini, setuju tidak setuju ibu dengan pilihanku, sampai-sampai aku sudah di semester 2 disuruh pindah ke perguruan swasta lainnya, kenapa coba tidak dari awal saja? susah melawan argumen ibu, sulit sangat keras kepala, tidak mengerti keinginan anak, aku ini ingin berkembang, tapi ibu selalu saja membatasi pergaulanku, aku pun kadang tidak boleh bermain semenjak masuk kuliah. ibu pernah bilang 'memangnya kamu main seperti ini teman-temanmu memberi kamu uang? tidak kan? udah diem aja dirumah sekiranya tidak penting', aku bermain juga bertukar pikiran dengan teman-teman, menambah wawasan, lagi pula teman-temanku baik semua, aku main jarang sekali ditempat tongkongran mahal, lebih diem di salah satu rumah teman.
Selalu saja menyangkut pautkan dengan uang, emang bener, ibu tidak pernah susah untuk mengeluarkan uang buat apa yang aku pengen, aku lebih seneng kalo ibu perhatian selayaknya ibu, jika aku kaya raya pun aku tidak akan menyusahkan ibu, jika menghilang dari dunia ini membuat lebih baik, aku pergi saja. aku tau teman-temanku tidak semua membagi uang, tapi mereka memberi aku perhatian dan kasih sayang yang tidak ibu beri. maaf bu, aku sayang, tapi aku belum kuat untuk dibentak, diberi kata-kata kasar, ibu juga tidak memberi aku motivasi ketika jatuh, malah membuat aku semakin jatuh..
Kehadiran di organisasi pun selalu terganggu, ibu tidak mengijinkan, lebih baik teman-teman kerumah saja dibanding aku yang keluar rumah, tapi aku gabisa egois juga, masa iya rumah temanku jauh harus kerumah, tidak bisa sesering itukan?

Tepat tanggal 21 Januari 2019, aku mengalami kecelakaan bermotor, rem dadakan kebetulan penyebrang motor yang mendadak, aku lepas kendali dan tidak sadarkan diri, aku diamankan dipinggir jalan dan dikerumuni banyak orang, 'neng gapapa?', 'gapapa ko pak', memang masih belum terasa sakit apa-apa, 'mau dianterin kerumah gak?', 'aduh gausa pak, bisa sendiri ko..' pulang lah aku sampai rumah, laporan ke ibu 'bu aku jatuh dari motor', 'da sia hese dibejaan, ceuk aing ge (kamu sih susah dibilangin, kata saya juga)', hujan dipipi, aku langsung naik tangga ke kamar, dan terasa sakit dibagian lutut, luka parah, tanganku sakit, pinggul memar. menangis...... bahkan ibu tidak menanyakan keadaanku, ia hanya peduli dan mengecek keadaan motor, 'vir siibu mah malah ngomel motor rusak' kata teteh, aku hanya menangis, sakit luka masih bisa aku tahan, sakit hati gak dipeduliin gabisa aku tahan. Bahkan esok harinya ibu masih tidak peduli, dan tidak berniat menyuruhku untuk makan. sampe aku berpapasan muka saja ibu tidak mau menanyakan apalagi melirik luka yang jelas ada di kaki. menelfon teman dekatku cukup mengobati rasa sakit, aku memangis keras, menjelaskan apa yang terjadi 'aku sakit hati vir, ingin membawa kamu pergi, setidaknya kamu tidak bertemu ibu dulu. kamu yang kuat vir, Allah tidak akan memberi cobaan yang tidak sesuai kemampuan kamu, pasti bisa ko. be a stronger girl'. istigfar aku kumandangkan, hujan terus makin deras di pipi.
Ibu ini tidak merasa kasian melihat anaknya seperti ini apa gimana? ibu ini gengsi apa memang tidak peduli? , pertanyaan aneh aku serukan dalam hati. tidak ingat apa ketika ibu dan ayah cerai aku memilih siapa? harusnya jadiin pembelajaran, introfeksi diri. tidak ingat ketika ibu sakit? siapa yang mengurusnya selain anak dan suaminya? memang ibu ingin hidup sendiri apa bagaimana? jika aku tidak memikirkan ini lebih jauh baik-baik, aku bisa saja memilih benar-benar pergi dari dunia ini. aku sakit begini, teman-temanku yang peduli.

Aku gatau harus curhat kesiapa lagi selain guru BP dan teman dekatku (sofia), karena aku sudah lulus, hanya sofia yang benar-benar mengerti keadaanku. aku hanya bisa berdoa kepada-Mu yaAllah, doa yang terbaik untuk ibuku dan keluargaku.. aku takut jika orang yang peduli dan yang aku sayang pergi, sebenernya aku malu jika teman-temanku tau keadaanku seperti apa.. aku takut mereka membenci ibu, aku harap tidak. aku juga malu, kadang-kadang ibu tidak menyambut hangat temanku kalau berkunjung ke rumah. maaf ya?

Mungkin cukup ceritaku, maaf kalau masih acak-acakan. Terima kasih kepada orang - orang yang masih mau bertahan dengan keadaan merumitkan dan membuat kalian sakit, never give up.